Sabtu, 25 Juni 2011

22 Desember 2009 yang kelabu


Waktu menunjukkan pukul 02.15 tengah malam. Tiba tiba telepon mamiku berdering, mami terbangun dan langsung terkejut.
Kakak : “mi.. ( dengan nada terbata-bata )”
Mami : “ding, knp? Ada apa?”
Kakak : “mi, mami musti ikhlas, kita musti ikhlas.
Ayah udah tiada mi. ( telepon terhenti sejenak )”
Mami : “innalillahi wainna lillahi roji’un.. mami udah maafin semua kesalahan ayahmu ding.. semoga
ayahmu diterima ditempat yang terbaik disisi Allah SWT.
Trus kamu sekarang dimana?. Tanya mami”
Kakak : “aku sekarang sedang mengurus kepulangan ayah dari rumah sakit. InsyaAllah ayah akan
dimakamkan di dekat makam kakek.”
Mami : “yasudah, mami langsung kesana dengan adikmu.”
Sesaat setelah telepon ditutup, akupun bertanya kepada mami.
Aku : “Mi, kenapa?
Ayah kenapa? ( dengan menahan air mata namun tak sanggup ditahan )”
Mami : “Kamu harus ikhlas. Ayah sudah tiada.”
That was the shocking moment of my life. I can’t imagine, I’ve lost my proudly dad. Aq benar-benar kehilangan sosok yang dapat menenangkanku. Aku sangat kehilangan seseorang yang sangat aku kagumi pemikirannya. Bagiku, ayahku adalah segalanya. He’s the best father I ever had.
Setelah telepon itu ditutup, aku tak tahu apa yang terjadi padaku. Mungkin karena rasa kehilanganku yang sangat mendalam kepada ayahku membuatku menjadi tak sadarkan diri. Tapi aku sedikit teringat, waktu itu aku menelepon semua orang rekan kerja di tempatku mengajar. Aku mengatakan kepada salah satu rekan kerjaku “bu, tolong nanti siapkan upacara, ayahku jadi Pembina upacaranya!” semua perkataan yang keluar dari mulutku pada waktu itu adalah perkataan orang yang tak sadarkan diri. Sesampainya dirumah nenekku juga demikian, aku disambut dengan tangisan nenekku, nenekku melihatku dan semakin mengingatkannya pada ayahku.
“Ya Rabb.. badan yang terbujur kaku dihadapanku, tak kusangka itu adalah ayahku. Dia ayahku yang kubanggakan, aku takkan pernah bertemu lagi dengannya. Aku takkan pernah lagi dapat nasehat-nasehat yang sebenarnya sangat berisik tetapi pada akhirnya juga berarti buatku.
Ya Rabb.. ingin rasanya kuputar waktu, aku belum sempat membanggakannya. Ayahkupun belum sempat melihatku sukses dan mandiri seperti perkataannya yang selalu dia katakan padaku. But, im gonna try to be u’r proudly doughter. I promise to you dad. I promise.”
Hal terakhir yang kulakukan untuk ayahku adalah memandikan jasad terakhir ayahku. Itu adalah hal yang membanggakan tetapi sekaligus menyedihkan. Membanggakan karena di akhir hidupnya, masih ada belaian seorang anak yang selalu ada disampingnya. And I’m there. Aku disana disaat terakhirnya hingga nantinya dia tak lagi di dunia. Menyedihkannya adalah rasa kehilangan yang teramat besar. Benar benar terpukul. Sungguh benar sebuah nyanyian yang syairnya ‘kalau sudah tiada, baru terasa. Bahwa kehadirannya, sungguh berharga. Sungguh berat ku rasa, kehilangan dia’ and that was right. Kita akan merasakan kalo sesuatu atau seseorang itu sangat berharga dan berarti kalau kita sudah kehilangan. Dan terkadang rasa menyesal karena sudah kehilangan itu timbul. Damn, it’s hurt me so bad. Astaghfirullah… hanya mengucap istighfar kepada Allah lah jalan keluarnya. Dan pasrah kepada Allah atas semua ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah.
Waktu terus berjalan. Aku takkan pernah bisa melangkah kedepan jika dalam benakku hanya memikirkan masa lalu. Ayahku sudah tiada, dan tak dapat kembali lagi seperti sedia kala. Takkan bisa hidup kembali hanya karena aku sangat – sangat membutuhkannya. Hanya doaku lah yang dapat menghantarkannya ke tempat yang terindah di sisi Allah SWT. Semoga diampuni segala dosa dosanya, diterima segala amal ibadahnya.
But, until now. Im still crying, jika berada di pusara makam ayah. Waktu itu pertama kalinya aku menginjakkan kaki ke makam ayahku semenjak ayahku dimakamkan. Saat itu Idul Fitri, itu adalah idul fitri pertama tanpa ayahku. Jantungku berdetak selama perjalananku kepusara ayah, I can’t imagine. Sampai akhirnya aku tiba di depan pusara ayahku. Dan pada nisan tertera nama ayahku ABD SALAM AMRULLAH, wafat 22 Desember 2009, lahir 18 februari 1954. Its really really hurts me so deep. Aku benar benar tidak bisa membayangkan, didalam tanah itu tersimpan jasad ayahku. And now, I only can see his name. tak kan ada lagi seorang yang mau mendengarkan semua kisahku, mamarahiku jika aku khilaf, menasehatiku dalam menapaki kehidupan. Tak kan ada lagi sisa kopi yang selalu kuminum setelah ayahku berhenti meminumnya. I miss that moments. Sampai tak terasa air mataku jatuh selama doa-doa dibacakan. Aku menangis dipusara ayahku tercinta, menangis sejadi jadinya. Ingin rasanya tegar, berhenti menangis, tapi rasa kehilangan itu yang membuatku tak bisa berhenti menangis. Sepertinya keluargakupun membiarkanku menangis karena merekapun tau begitu dekatnya aku dengan ayah.
Kedua kalinya aku berziarah ke makam ayah, waktu itu dengan sahabatku. Dan kembali air mataku tak bisa kupendam sampai akhirnya aku menangis kembali dipusara ayahku. Sebenarnya dalam perjalanan ke makam ayah, sahabatku menguatkanku, mencoba menenangkanku. And it works, but at that time, sampai akhirnya sesampainya di makam air mata itupun jatuh juga tanpa diminta untuk berhenti.
Sahabatku : “mbak dew, sabar yaw.. semangat!”
Aku : “yup. Pasti mbak. ( dengan menunjukkan muka senyum meski berat )”
Meski bunga ku taburkan baru dua kali diatas pusara makan ayahku tercinta, tetapi doa buatnya tak hentinya kupanjatkan dalam setiap doaku, dalam setiap akhir salatku, dalam setiap ku teringat pada ayahku. Fatehahku ku tujukan hanya teruntuk ayahku tercinta. Sebelum sepeninggal ayah, aku pun berdoa semoga dia selalu dalam lindungan Allah dan disembuhkan dari penyakit, tetapi setelah sepeninggal ayahku fatehah khususon ayahku menjadi bacaan wajib untuk menghormatinya, mendoakannya, menjadikannya mulia disisi dan dihadapan Allah SWT. Amin Ya Robbal Alamin..
Ayah
Kau penyemangatku
Kau panutanku
Aku belajar bekerja keras darimu
Aku belajar tanggung jawab itupun darimu
Sekarang aku mencoba tegar meski rapuh
Mencoba kuat meski terkadang lemah
Mencoba bangkit meski sedikit terpuruk
Tanpamu disisiku
But im gonna try
I try to be u’r proudly doughter
I won’t disappointed you
I promise dad
I promise

2 komentar: