Apa yang ada
dipikiran anda tentang MATEMATIKA?? Pelajaran yang paling tak disukai?
Pelajaran yang menakutkan? Atau matematika tak ubahnya seperti hantu yang
selalu datang menghampiri? Wkwk.. itu terlalu berlebihan alias lebay.
Kalau kata
murid-murid saya, matematika itu matek-matek
an atau istilah bahasa indonesianya mati-matian. Sayapun dulu, sewaktu masa
sekolah juga menganggap matematika sama halnya dengan anggapan sebagian besar
murid-murid di seluruh Indonesia. Matematika, matek-matek an. Padahal sejatinya tak seperti itu.
Saat ini saya
menyadari ketakutan mereka tentang pelajaran matematika. Karena memang pada
dasarnya yang membuat sebagian murid membenci matematika adalah tidak adanya
keinginan untuk belajar, melatih diri mengerjakan soal-soal, dan mendengarkan
apa yang guru mereka sampaikan. Kebanyakan dari mereka hanya bisa mengandalkan
salah satu atau beberapa temannya untuk menjawab soal matematika yang
ditugaskan oleh guru dan menyalinnya tanpa tau asal muasal jawaban tersebut
tercipta. Maksud saya begini, ketika memang mereka tak mengerti materi tersebut
ada baiknya ditanyakan kepada guru atau kepada teman yang mereka anggap dapat
menyampaikan materi dengan baik –jika mereka malu untuk menanyakan kepada
gurunya karena takut-. Selama ini yang terjadi banyak dari mereka yang sangat
kurang sekali minat untuk bertanya. Dan itu sangat disayangkan sekali.
Seringkali ketika
saya sedang menerangkan materi, di akhir saya menerangkan materi tersebut, saya
selalu menanyakan “Ada yang ditanyakan anak-anak?” dan seluruh isi kelas diam
tak bergeming. Namun, ketika saya beri soal yang tak jauh beda dengan contoh
soal yang sudah diterangkan, murid-murid sayapun kebingungan, menjawabnyapun
lama. Alhasil ketika ada salah satu anak maju untuk bertanya ke depan, yang
lainnya ikutan tanya. Tapi, biarpun demikian saya hargai usaha mereka bertanya
walaupun itu hanya sebagian dari murid.
Kadang kala
sempat berfikiran seperti ini “apakah cara mengajar saya yang salah, ataukah
ini salah anak-anak?” ketika cara mengajar sudah dirubah sedemikian rupa,
membuatnya lebih menarik, pembelajaran diluar kelas, serius tapi santai, namun
masih ada saja kendalanya. Terkadang memang kendalanya ada pada perseorangan. Ada
pada individu siswa itu sendiri. Mereka memang sudah muak dengan gurunya,
mereka tidak suka dengan pelajarannya karena sulit, atau malah mereka punya
masalah pribadi dirumah. Nahh.. yang terakhir ini yang agak susah. Butuh penanganan
secara psikologis.
Satu contoh
siswa saya, dia anak orang tidak mampu memang. Dan rata2 disekolah saya 75%
tingkat ekonomi menengah kebawah. Jadi banyak hal yang mempengaruhi selain dari
segi ekonomi, lingkunan juga mempengaruhi. Termasuk kondisi keluarga, tak
jarang beberapa dari mereka adalah anak broken home. Oke, lanjut ke contoh. Sebut
saja namanya H. ketika pelajaran saya, memang seringkali si H ini tidak pernah
masuk kelas. Karena memang matematika ditempatkan selalu di jam pertama untuk
menghindari rasa malas dari siswa karena pasti di awal masuk, pikiran mereka
masih fresh. Tapi berbeda dengan si H. dia memilih tidak masuk kelas karena
terlambat ketika pelajaran matematika, itu terjadi berulang- ulang. Usut punya
usut, dari beberapa teman dan dari yang saya amati, memang si H sangat tidak
suka dengan pelajaran matematika, karena sulit katanya. Dan sayapun tidak mau
kejadian ini terus-terusan berulang. Akhirnya saya ajak si H untuk ngomong
baik-baik, menanyakan apa kesulitannya, apa yang menjadi keluh kesahnya, sampai
akhirnya kita –antara saya dan H- menyepakati jika memang apa yang saya
terangkan dalam kelas tak bisa di pahami oleh H, saya menawarkan untuk les
secara privat dengan saya. Dan itupun dia setujui.
Beberapa hari
setelah perbincangan kami, ketika tiba waktunya matematika, saya menerangkan
materi, kali ini menjadi lebih berat karena saya menerangkan sampai tiga kali
supaya murid-murid saya paham dengan maksudnya. Dan si H, saya perlakukan
berbeda. Saya dekati bangkunya, saya terangkan sampai akhirnya dia paham, dan
diapun sedikit demi sedikit mulai paham. Sampai saat ini, setelah perjanjian
itu, niat untuk membolos ketika pelajaran saya sudah tidak lagi terjadi. Memang,
kita butuh curhat-curhatan dengan murid-murid kita supaya kita tau apa yang
mereka mau. Ketika kita tau apa yang mereka mau, maka segalanya jadi mudah. Cara
yang saya gunakan diatas tak lepas dari cara guru saya terdahulu yang
memperlakukan saya sama halnya dengan H. Bukankah seorang guru adalah wakil
dari orang tua di sekolah. Jadi, ketika anak tidak mengerti maunya orang tua,
maka orang tua yang harus mengerti maunya anak. Seperti itulah pokoknya...
Tulisan ini
sebenarnya lebih kepada curhatan saya tentang matematika yang sering dianggap
sebagai matek-matek an. Karena jujur,
ketika saya diposisi sebagai seorang guru, saya tidak setuju dengan sebutan
itu. Namun saya juga tak memungkiri jika dulunya sayapun menganggap hal yang
sama. Yah... semacam dilemma terselubung. Hehe..
Jadi Tolong, jangan benci matematika. karena tidak semua matematika itu susahnya mati-matian. Hehe..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar