“Rachman, kamu bisa kesini sekarang?”
“Aku
mau minta bantuan kamu nih, gak tau kenapa badanku terasa berat banget.
Ntar aku jelasin disini” ucapku seraya mengusap leher dengan tangan
kananku
“Oke, kamu sekarang dimana?” Tanya Rachman padaku
“Aku di kos-kosannya Reni”
“Ya, aku kesana sekarang”
***
Rachman,
teman dari temanku ini sudah lebih dari dua tahun aku kenal. Sebenarnya
tak sengaja aku mengenalnya, namun, ada yang berbeda darinya. Dia
seolah memiliki kemampuan lebih dari biasanya. Dia bisa melihat dengan
mata batin hal yang tak kasat mata.
Akupun pernah dilihat olehnya, diterawang dia menyebutnya.
“Kamu juga punya kemampuan, namun sayang kamu menolak secara perlahan kemampuan itu, ya gak?” Tanya Rachman padaku
“Hmm... aku gak yakin” jawabku
“Apa
yang sudah dikasih, kalau bisa jangan ditolak. Kemampuan apapun itu.
Nanti ada saatnya kemampuan itu akan menghilang dengan sendirinya”
Mungkin
benar apa yang dikatakan Rachman, mungkin aku memiliki kemampuan
melihat dengan mata batin, namun aku tak seperti dirinya yang terlatih
dan terbiasa dengan kemampuannya. Aku hanya tak ingin diangap sebagai
orang yang berbeda, biarlah mereka menganggapku orang yang biasa-biasa
saja. Itulah alasanku, alasan untuk tidak menganggap spesial
kemampuanku. Apapun itu.
***
Hampir seperempat jam aku menunggu Rachman datang ke kosnya Reni.
Seketika
aku ingat Rachman karena melihat keadaan Reni yang lain dari biasanya.
Entah mengapa hari ini Reni tampak berbeda, dia sering sekali berdiam
diri, duduk di bawah, dan bertingkah seolah dia anak kecil. Gaya
berbicaranya, tingkah lakunya, seperti bukan Reni yang aku kenal.
“Renn... kamu kenapa?” tanyaku
Reni pun tak menjawab pertanyaanku. Hanya berdiam diri dan sesekali mengigau kata-kata yang aku sendiri tak mengerti maksudnya.
Reni menatapku tajam dengan tatapan yang berbeda.
Dari sorot mata Reni, kulihat seperti ada sesuatu yang masuk dalam tubuhnya. Kuhampiri dia dan spontan bertanya padanya
“Kamu siapa?”
“Kamu bukan Reni ya?”
Semakin
dalam tatapan mata Reni padaku waktu itu. Dan akupun sadar, dia bukan
Reni, tapi ada makhluk lain yang masuk dalam dirinya. Sosok anak kecil.
Ya, sosok anak kecil menurutku, karena kulihat tingkah lakunya yang
seolah layaknya anak seusia sekolah dasar.
Semakin lama
berada disekitar Reni membuat badanku terasa berat. Badanku dingin
seketika, padahal cuaca kala itu panas. Leherpun seperti berat, seolah
ada beban yang bertumpu pada leher.
Apa nih? Kenapa nih?
Bisikku dalam hati
Pada waktu itu juga kuhubungi Rachman, dan sepertinya Rachman tau akan keadaanku saat itu.
Rachmanpun
datang, dia melihatku kemudian melihat Reni. Tepat seperti apa yang dia
pikirkan ketika kita berkomunikasi lewat telepon
“Bener brarti” spontan Rachman berucap padaku
“Apa?”
“Ada apa-apanya temen kamu”
“Aku juga ngerasain, ada anak kecil masuk ditubuhnya Reni” kataku
“Tepat” jawab Rachman
Tanpa
melakukan apa-apa, hanya berdiri didepan tempat tidur Reni, Rachman
menatapnya sambil melipat kedua tangan didada. Seperti berkomunikasi,
tapi entah apa yang mereka bicarakan dalam diam. Sementara aku, duduk
disebelah Rachman sambil sesekali melihat dan menatap Reni didepanku.
Entah apa yang ada di pikiranku, seolah aku ingin bilang sesuatu pada
makhluk yang berdiam dalam diri Reni
Keluarlah... siapapun kamu, tolong keluar dari tubuh Reni!
Hampir
sepuluh menit kami saling bertatapan, aku, Rachman, Reni. Semakin berat
badanku setelah bertatapan dengan Reni, kupegang tangan Rachman dan
diapun memegang erat tangan kiriku seolah dia tau akan terjadi sesuatu
padaku.
Dan benar saja, setelah aku memegang tangan
Rachman, seolah ada yang masuk dalam diriku. Berat, berat sekali.
Seketika aku lupa akan kejadian setelah aku berpegangan tangan. Yang aku
ingat waktu itu hanya suara erangan dari mulutku. Entah makhluk apa
yang masuk, yang jelas terasa sangat berat di badanku.
Setelah tersadar, akupun menanyakan apa yang terjadi pada Rachman
“Tadi aku kenapa?”
“Kamu kemasukan makhluk yang kedua yang tadinya ditubuh Reni”
“Jadi, dalam tubuhnya gak hanya anak kecil itu?”
“Ya, ada dua. Anak kecil itu yang menguasai tubuh Reni. Dia bandel. Dan makhluk yang kedua, dia masuk ke tubuh kamu”
“Hah!!” aku terkaget-kaget mendengar cerita Rachman
“Dia
cuma pengen bilang kalau anak kecil yang disana, dia gak mau keluar
karena dia ngerasa udah sayang sama Reni. Dia ngajak komunikasi dengan
aku, lewat kamu”
Benar yang dikatakan Rachman, kalau aku
berpotensi. Berpotensi untuk dijadikan mediator bagi beberapa makhluk
lain. Bukan hanya kali itu saja, jauh sebelum aku mengenal Rachman
kejadian seperti itu pernah kualami. Namun, keluargaku menganggap waktu
itu aku hanya pingsan dan tak sadarkan diri. Hanya mengigau, mereka
bilang.
“Trus Reni gimana?”
“Reni, udah bisa dikendalikan. Tadi kamu habis kemasukan trus pingsan. Aku tangani Reni dulu, baru kamu”
“Owh..”
“Mungkin Reni beberapa hari ini banyak pikiran, ada masalah dirumah atau tugas dari kampus, dan pikirannya kosong pula”
“Ketika
pikiran kita kosong, ditumpuk dengan beban baik dari rumah atau diluar
rumah, itu aset berharga untuk dimasuki oleh makhluk halus seperti yang
masuk dalam tubuh Reni dan tubuh kamu tadi”
“Pikiranku gak lagi kosong kok!” seruku
“Ya,
tapi kamu beda dengan Reni, dengan yang lain. Kalau kamu mau, kamu bisa
kaya aku. Komunikasi dengan mereka. Hanya saja kamu masih belum
terlatih”
“Aku belum siap, masih pengen jadi orang normal”
“Suatu saat, kamu akan siap”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar