“sepertinya dia mengalami kelainan pada
otaknya akibat benturan keras di kepala ketika kecelakaan itu terjadi”
“kelainan, kelainan apa dok?”
“dia mengalami Short Memory Lost, kehilangan ingatan
jangka pendek. Jadi ketika dia melakukan aktifitas, dia tidak akan bisa
mengingat kejadian 5 menit yang lalu”
“seperti itukah kedaan kakak saya dok?”
“ya, salah satu cara untuk memperbaiki
ingatannya adalah dengan membiarkan dia menuliskan atau merekam apapun kegiatan
yang dia lakukan. Dengan begitu dia akan perlahan mengingat kegiatan yang sudah
dia lakukan”
Kalimat dari dokter kala itu membuatku miris.
Bagaimana seorang kakak yang dulunya pintar dan sukses sekejap bisa menjadi
seorang yang tak berdaya. Hanya tape recorder dan sebuah catatan kecil yang
selalu dia bawa.
***
07.00 :
Bangun pagi
Membersihkan kamar
Mandi
Sarapan pagi
08.00 :
Nonton televisi
Baca Koran
Dst
Inilah contoh serangkaian kegitan kakakku
setiap harinya. Dia selalu mengulang kegiatan yang sama.
Gilang Baskara, usianya yang tak lagi muda
namun semangatnya masih menggebu-gebu. Seperti tanpa lelah dia mencari nafkah
demi menghidupiku dan kedua adikku. Ketika kesuksesan berada ditangannya, tak
sedikitpun terpikir dalam benaknya untuk menikah.
“aku ingin
melihatmu lulus kuliah dan sukses, baru setelah itu aku bisa menikah”
Kata itu yang mengingatkanku padanya dan aku
tidak ingin mengecewakan kerja kerasnya sedikitpun. Belumlah sampai kak Gilang
melihatku sukses, dia terkena musibah yang merenggut kebahagiaan kami. Tidak ada
lagi kakak yang buatkan kami sarapan disela kesibukannya yang padat. Kecelakaan
yang membuat ingatan kan Gilang hilang perlahan-lahan. Saat itu kejadiannya
sangat cepat, kak Gilang dalam perjalanan pulang kerumah. Mobil yang
dikendarainya melaju kencang, sehingga ia pun tak menyadari ada seorang kakek
yang lalai menyebrangi jalan. Hingga akhirnya dia koma beberapa hari kemudian
tersadar tanpa mengenali seorangpun disekelilingnya
“saya dimana??”
“Kak Gilang lagi dirumah sakit, kakak
istirahat aja”
“kamu siapa? Gilang? Siapa dia?”
Kalimat itu bagaikan tamparan keras diwajahku,
sakit sekali rasanya. Bagaimana tidak, kakak yang selama ini aku anggap sebagai
pengganti orang tuaku tak mengenaliku bahkan dia tidak bisa mengingat namanya.
Ohh.. Kakakku...
“ini Alya, Kakak Kak Gilang. Gilang Baskara,
kakakku”
“Alya... Gilang Baskara....”
Seperti mencoba mengingat sesuatu tapi kondisi
Kak Gilang yang sangat lemah membuatnya mengeluh pusing di kepalanya.
“ok Alya, mungkin kakak kamu butuh istirahat”
kata dokter menenangkanku
“ya dok”
“kamu bisa ikut keruangan saya sebentar Al?
ada yang harus kita bicarakan”
“ya dok”
Aku masih menahan air mataku ketika berjalan
dengan dokter menuju ruangannya. Berat rasanya melihat keadaan Kak Gilang.
“jangan memaksakan kakak kamu untuk mengingat
semuanya. Mengingat kamu, mengingat namanya, semuanya. Biarkan dia mengingat
semuanya perlahan-lahan.”
“tapi dok....”
“saya tau Al, ini memang tidak mudah. Tapi hanya
itu cara yang terbaik yang bisa kamu lakukan untuknya saat ini”
“percayalah, Tuhan tidak akan tinggal diam. Selama
kamu mau berusaha dan bersabar, lambat laun ingatan kakak kamu akan pulih
kembali”
“mungkin tidak sepenuhnya, tapi paling tidak
dia mengingat lagi namanya, adik-adiknya dan orang-orang yang ada disekitarnya”
“ya dok. Saya berusaha demi kesembuhan Kak
Gilang. Saya mau melakukan apapun demi Kak Gilang. Dia satu-satunya kakak yang
saya punya. Dia pengganti orang tua saya dok”
Bersambung