Senin, 24 Juni 2013

FROM SKRIP-SHIT BECAME SKRIP-SEED



Alhamdulillah... Finally finised my SKRIPSI. Banyak banget perjuangan yang aq lakuin demi merampungkan skripsi ini. Hmmm... awalnya aq menganggap kegiatan ini memuakkan. Jadi aq kasi aja nama SKRIPSHIT. Bagaimana tidak, this shit is killing my time. Jadi bĂȘte, jenuh, stress, sampe-sampe kehilangan kata-kata untuk ditulis. Butuh ekstra sabar menghadapinya. Bayangkan saja, mulai menggeluti skripsi pada akhir bulan maret tahun 2012. Kemudian selesai bulan juli ditahun yang sama, tetapi aq bisa ikut ujian skripsi pada bulan mei di tahun 2013. What???? Setahun skripsiku nganggur tanpa kejelasan.
Anyway.. yang lalu biarlah berlalu, kini saatnya mengenang kembali kegiatan yang dulunya aq anggap membosankan. 

REWIND

Pengajuan judul terakhir, sempat hampir menyerah karena 9 judul yang diajukan tidak satupun menarik minat dosenku. Hingga akhirnya, judul ini yang di acc. Uhuuyyyy.... senangnyahhh



Bakalan kangen sama corat coretannya Dosen Pembimbing nih
Corat coretnya Pak Drs Supriyo, M.Pd

Corat coretnya Pak Supriono, S.Pd, M.Si


Susah payah ngumpulin bukti-bukti nya skripsiq. Gimana enggak, ni angket terdiri dai 4 lembar dan harus diisi oleh 53 siswa. Setelah ujian, disuruh nyebarin angket lagi sejumlah 4 lembar ke 53 siswa lagi. Hmmm... gak cuman itu, sm dosen penguji disuruh nyertain kisi-kisi soal, lembar hasil jawabannya siswa pula. Sungguh pengorbanan...



Pada akhirnya, this skripshit became skripseed. Doanya, dari hal yang nampak membosankan untuk dijalani semoga berbuah keberhasilan nantinya. Aamiin..



Waktu liat skripsi temen2, banyak dari mereka yang mencantumkan motto. Tak mau kalah, akupun menyantumkan beberapa motto sebagai penyemangatku. 



The last but not least, semua tak luput dari doa, kerjasama dan bantuan dari banyak pihak dibelakangku. Semua rasa terima kasihku ditulis dalam lembar persembahan. Mungkin sekedar ucapan terima kasih takkan pernah cukup, semoga Tuhan membalas kebaikan orang-orang yang peduli padaku.. aamiin


Monday, 24th June 2013 at 8.18 PM

Senin, 17 Juni 2013

CerKil Part 2


“uhukk.. uhukk.. uhukk..”
Kudengar suara batuk dari kamar sebelah pagi itu. Terus terusan tanpa henti membangunkanku dari indahnya mimpi semalam.
“kenapa mas, dari tadi batuk kok gak brenti-brenti?” sapaku seraya menanyakan keadaannya
“batuk, kayak susah banget keluarnya” jawabnya sambil sesekali menahan batuk
Kuhampiri kakakku kala itu, mencoba memegang keningnya, dan panas sekali tubuhnya. Sempat curiga dengan penyakit yang dulunya ia derita, cikungunya. Tapi cirri-cirinya tak seperti ini. Atau mungkin ini hanya sekedar sakit biasa, kelelahan atau demam.
“istirahat aja mas, tak bikinin makanan habis itu tak beliin obat”
Terlihat gurat kelelahan dari wajah kakak yang usianya beda 4 tahun denganku itu. Wajahnya pucat, matanya sayu, dan badannya kurus. Tambah kurus dari biasanya. Seperti ayah, batuk nya mengingatkanku pada ayah. Mujahidil Haq Amrullah namanya. Kakak pertamaku ini mewarisi nama Amrullah dibelakang namanya. Nama itu sama dengan nama ayahku, Abdussalam Amrullah. Sempat merasa iri, kenapa aku tak diberi nama Amrullah dibelakang namaku? Tapi biarlah, mungkin hanya anak pertama yang hanya diberi nama Amrullah oleh ayahku. Jikalau namaku ditambah dengan Amrulah dibelakangnya, maka tak ubahnya namaku seperti kereta api yang panjang, atau seperti sekumpulan warga disatu RW. Haha.. konyol.
***
“wik, jangan kemana-mana. Mami mau keluar dulu ada rapat di kelurahan”
Kudengar suara mami samar-samar ditelingaku karena aku belum terlalu terjaga pagi itu.
“nanti kalo mas mu bangun bikini wedhang jahe anget” kata mami sambil menghampiriku di tempat tidur
“heemmmmm..” kataku masih dengan mata terpejam karena ngantuk berat
***
“ni, udah tak beliin obatnya”
“bikinin mas wedhang jahe wik” kata masku sambil makan masakanku yang seadanya
“ya”
Bergegaslah aku ke dapur. Menyiapkan permintaan kakakku. Aku ingin menujukkan perhatianku ke kakak. Meskipun kadang dia sangat menjengkelkan, tapi dia tetap kakakku. Setelah berada di dapur, aku bingung. Setelah air kumasak dalam teko, menyiapkan gula beberapa sendok dalam gelas ukuran besar, perasaan bingung menghampiriku. Kulihat bumbu-bumbu dalam satu keranjang. Banyak sekali, dan semuanya hampir sama bentuknya. Seperti kata mamiku waktu itu, dikeranjang itu tempatnya laos, jahe, kunir, kunci, dan apalah nama bumbu2. Saya tidak hafal satu-satu.
“aduhhh... gimana nih, mana yang jahe ya kok bentuknya sama semua???” ucapku dalam hati
Kugunakan indra penciumanku kala itu. Meski aku tidak tau nama-nama bumbu dalam keranjang itu, tapi aku sangat hafal bau dari jahe. Karena aromanya sangat menyengat.
“hmmm.. pasti ini” sambil menciuminya dalam-dalam dan instingku mengatakan, ini adalah JAHE.
Setelah air masak, kumasukkan “Jahe” itu ke dalam gelas yang berisi gula kemudian kutuangkan air panas. Kuaduk, dan kuberikan wedhang itu ke kakak
“nih, minum aja selagi hangat”
“ya, taruh situ aja” sambil nunjuk kursi disampingnya tempat tidur
Tak lama kulihat wedhangnya dimunum sedikit, mungkin terlalu panas airnya dituang.
***
“udah dibikinin wedhang jahe mas mu wik?” Tanya mami
“udahlah” jawabku dengan penuh percaya diri
Sudah menjadi hal yang biasa buat mami untuk mencicipi minuman apapun yang dibikin anaknya. Baik itu kopi bikinan kakak, Nescafe bikinan adik, dan kali ini wedhang bikinanku.
“kok Cuma diminum dikit sama mas mu wik?”
“gak tau, mungkin tadi panas jadinya nunggu dingin baru diminum”
Wajah mami seketika aneh setelah mencicipi wedhang bikinanaku, seperti ada rasa yang tak biasa dalam minumanku itu
“ini wedhang apaan?” kata mamiku dengan nada keras
“ya wedhang jahe lah mi”
“katanya cari di keranjang gantungan atasnya kompor” kataku membela diri
Diambillah keranjang digantungan atas kompor untuk memastikan bumbu yang kugunakan untuk wedhang itu benar adanya.
“lah yang kamu ambil ini bukan jahe wik!!!” teriak mami
“ini LAOS!” dengan menahan tawa mami menuju ke arahku
Tak percaya dengan omongan mami, kucium bumbu yang kuduga itu awalnya adalah JAHE
“lho, baunya lho mirip jahe mi”
“ini laos ndukk.. jahe itu yang bentuknya gini” sambil nunjukin mana yang jahe, mana yang laos
Kamipun berdua tertawa terbahak-bahak. Jadi, wedhang yang kubuat tadi adalah wedhang laos?? Alangkah bodohnya aku. Seorang wanita yang nantinya akan jadi ibu rumah tangga tidak bisa membedakan mana yang laos, mana yang jahe. Kebodohan yang sangat lucu.
“pantesan, rasanya aneh” kata kakak seketika membenarkan perkataan mami
“ya tambah gak sembuh-sembuh mas mu kalo kamu kasi wedang laos terus” kata mami memprovokasi
“ya, lain kali kali naruh bumbu tuh dibedain mi. ditulisin kek satu-satu gitu” jawabku
Hal yang memalukan untukku, dan aku janji tak akan kuulangi lagi nanti. Karena mungkin saja kelak suamiku minta wedhang jahe seperti halnya kakakku. Bagaimana jika yang kuberikan itu bukan wedhang jahe, tapi wedhang laos???

Monday, 17th June 2013 at 9.49 PM  
Terinspirasi dari “Wedhang Laos”

Jumat, 14 Juni 2013

CerKil (Cerpen Killat) Part 1


Sekilas aku merasakan ada sesuatu yang aneh muncul dari dalam dirimu. Sikapmu, perhatian-perhatian kecil yang dulunya hanya kau tujukan padaku, hingga keenggananmu untuk meneleponku. Semua itu membuatku berfikir “jangan-jangan kamu selingkuh”.

***
Sore itu, aku sangat bahagia mendengar tentangmu yang diterima kerja disuatu perusahaan swasta. Aku berharap banyak dari diterimanya kamu kerja ditempat itu. Paling tidak, kita bisa menabung untuk masa depan.
“sayang, mau tau sesuatu gak?”
“apa sayang?” jawabku dengan nada sedikit penasaran
“aku diterima kerja lho..”
“haaaaahhh” jeritku kegirangan
“dimana? Yang kemaren kamu ceritain itu?”
“iya sayang, Alhamdulillah.. kita bisa nabung buat masa depan nanti”
Mendengar kalimat itu membuatku yakin kalau kamu memang ingin serius denganku. Serasa semua yang kamu katakan tentang masa depan, pernikahan, bukanlah sekedar angan-angan atau omong kosong belaka.
“ya sayang, aku percaya kamu kok” balasku

***
Sory sayang, aku sibuk banget hari ini jadi aku gak sempet bales sms kamu tadi

Jam 11.30 malam, baru kubaca sms darimu. Padahal waktu itu sms kukirim tepat pukul 8.00 malam. Aku yang waktu itu panik berusaha untuk menghubungimu, mengirimi sms beberapa kali, sampai akhrnya akupun memilih untuk menyibukkan diri sambil menunggu balasan darimu.
Entah apa yang kamu lakukan diluar sana, aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak berburuk sangka padamu.

Iya sayang, maaf aku hubungin sm sms kamu berkali2. Aku khawatir. Takut kamu kenapa2

Balasku singkat  dan seketika itu aku kembali tidur
Keesokan harinya, tepat di hari minggu. aku sangat berharap kamu menghubungiku waktu itu, tapi tak satupun ada telepon masuk di hapeku.
“ahh.. mungkin dia sedang capek karena kemarin aja baru balas sms jam 11.30 malem.” Pikirku
Tapi rasa penasaranku atas beberapa sikapmu yang tidak wajar menurutku membuatku galau, cemas dengan hal yang mungkin tidak terjadi dan hal yang bisa jadi hanya sekedar ketakutanku saja.
“haloo sayang”
Kudengar suaramu dari handphone ku. Sungguh leganya hatiku. Ternyata kecemasanku tidak terbukti. Buktinya, kamu mau mendahului meneleponku. Meskipun buatku siapa yang lebih dulu menelepon tidak masalah. Kamu, aku, hanya kamu atau hanya aku, itu sebenarnya tak ada masalah. Entah kenapa, terkadang kecurigaan itu muncul tiba-tiba.
“iya sayang, ihh.. kangen banget deh” candaku

***
“Santi, aku kok kayaknya liat si Rio tadi sama cewek?” seorang sahabatku kikan bertanya padaku
“liat dimana Kan? Pake dasi gak?” tanyaku balik
“iya pake, ceweknya jg kayaknya pake baju kantor”
“ohh.. itu kliennya Kan, td dia sms ke aku kok. Bilang mo ketemu klien” sanggahku
“ohh.. lega deh. Aku cuman ngasi tau kamu aja San, takutnya dia ngapa2 in kamu”
Aku sangat memahami kekhawatiran sahabatku itu. Maklum, sejak SMA Kikan dan aku tidak pernah sedikitpun merahasiakan cerita kita. Sedang dekat atau bahkan sudah jadian dengan Rio pun aku menceritakan semua pada Kikan. Kita lebih kaya adik dan kakak.
Beberapa hari kemudian setelah kejadian Kikan bertemu Rio dengan seorang gadis. Akupun melihatnya. Dengan seorang gadis pula, dan kali ini dia tidak memberitahukanku kalau dia ingin bertemu dengan kliennya lagi.
Aku mengintip apa yang mereka lakukan berdua dari kejauhan. Karena pada waktu itu aku terburu-buru jadi hanya sebentar aku melihat mereka berdua. 

Sayang, udah makan belum? Aku sekarang lagi makan mie pangsit. Enak deh

Iseng kukirim sms untukmu, hanya ingin tau apa jawabanmu setelah kukirim sms ini.

Belum sayang, lagi sibuk banget dikantor nih. Kerjaan numpuk, mungkin ntr pulang malem lagi.

Tak kusangka balasanmu berbeda dengan kenyataan yang kulihat beberapa detik yang lalu. Jelas-jelas kulihat, kamu pergi berdua dengan seorang gadis menuju tempat makan.

Oke sayang, jangan lupa makan ya. Ntar sakit

***
“kamu kok berubah sih? Sekarang jadi sering lupa”
“iya sayang, maaf. Aku banyak kerjaan jadinya lupa terus” sambil memegang tanganku
“aku paling gak suka dibohongi, dikhianati, apalagi diselingkuhin” kata-kata itu seketika terucap. Dia diam seribu bahasa sementara aku menangis. Bukan menangisi pertengkaran ini, tapi menangisi sikapnya yang sama sekali tidak berkata jujur.
“apasih yang kamu tutupin dari aku? Coba jawab” kutahan tangisanku sambil menatap wajahnya
“aku nutupin apa dari kamu?”
“ya, apa aja. Apa aja yang kamu tutupin dari aku. Kamu dikantor ngapain, sama siapa, kenal sm cewek ato enggak....” belum sampai aku menyampaikan kalimatku, diapun memotongnya.
“ohh.. jadi kamu cemburu”
“kamu cemburu sama siapa? Sama klienku?”
“kalo iya kenapa?” jawabku tegas
Kamipun diam tanpa ada penjelasan sedikitpun. Aku anggap diamnya itu dua alasan. Satu, karena dia tidak ingin memperpanjang masalah. Dua, karena dia memang sedang dekat dengan wanita lain.

***
Dan pada akhirnya ketakutanku terjawab sudah. Kamupun mengakui kedekatanmu dengan seorang wanita. Wanita yang sama ketika aku lihat jalan berdua denganmu, wanita yang sama dilihat Kikan, dan wanita yang semula aku anggap hanya klienmu.
“kalau kamu sudah bosan denganku, semoga dia jadi penggantiku dan jadi yang terbaik buatmu” ucapku
“aku minta maaf, mungkin aku kurang sempurna buatmu”
“aku tidak mencari yang sempurna, karena akupun tak sempurna. Aku hanya menghargai kejujuran, karena itu mahal harganya”
Kalimat itu menjadi kalimat terakhir kita. Aku memutuskan hubunganku denganmu bukan karena kamu selingkuh, hanya saja aku tidak ingin selalu khawatir. Karena kekhawatiranku terlalu berlebihan, dan aku takut menjadi semakin possessive padamu. Akupun sangat tidak suka diselingkuhi. Tapi sudahlah, bukan kita yang memilih untuk mencintai atau dicintai. Hati yang memilihnya. Aku anggap ini pembelajaran bagimu, bagiku, bagi kita berdua. Jujur itu penting, terus terang juga penting, karena ketidak jujuran, suatu hubungan bisa berakhir. Karena kekhawatiran yang berlebihan, terkadang dari sekedar feeling bisa jadi nyata.
Rio, dia menemukan penggantiku. Mungkin dialah perempuan yang bisa membahagiakan Rio, tidak dengan kekhawatiran lagi namun dengan kepercayaan. Dan aku, memilih Dewa sebagai suamiku. Kala itu dia dengan rendah hati mundur karena aku lebih memilih Rio sebagai pacarku. Dari Dewa aku belajar banyak hal. Cinta yang tulus suatu saat akan menang, dia rela menungguku dengan setia. Dia selalu disampingku ketika aku membutuhkan teman untuk berbagi, menyarankan yang terbaik untuk hubunganku dengan Rio. Menyalahkan ketika aku yang berbuat salah pada Rio, dan menenangkanku ketika sikap Rio tak lagi sama.
Kini, Dewa lah penyemangatku. Dia bukan hanya suami, tapi juga sahabat, rekan kerja, ayah, dan kakak yang baik. Dia segalanya, betapa beruntungnya aku memilikinya.

Terima kasih Tuhan
Engkau beri aku seseorang dari kaum Adam yang begitu mengertiku
Dialah pelipur laraku, pengobatku dikala sakit, dan penyembuh lukaku
Wajahnya sempurna, kepribadiannya sempurna, imannya sempurna
Buatku dia sempurna, tapi tidak ada yang melebihi kesempurnaan kekasihMu Muhammad
Jaga hubungan kami Tuhan, berilah keberkahanMu untuk kami
Semoga kasih sayangMu tak pernah putus untuk kami dan keluarga kecil kami
Dewaku, semoga Tuhan selalu menjagamu ketika aku tak lagi sanggup menjagamu nanti


Friday, 14th June 2013 at 7.52 PM 
Terinspirasi dari kehidupan sehari-hari beberapa orang teman, sahabat, dan pribadi  
Terima kasih kepada Santi, Kikan, Rio dan Dewa (siapapun anda) atas perkenan namanya diambil untuk cerpen kilat ini.