Sabtu, 22 Februari 2014

Nichole

"Hey Dave...
Dont try to play with me. I knw all ur secrets cz u had told me that night. That night we're spent 2gether. If u deceive me, i will do the same things 2 u. If u play with another woman, i swear that there will be no woman approaching u again. Only me, someone who know u so well now. So, dont think 2 find another one or leaving me"


Kubaca pesan masuk dari Blackberryku

Ternyata sms dari 'Nichole'

"Apa nih?? Ancaman?? Ngapain ni orang sms aku?"
Ucapku dalam hati

Nichole, bule asal Prancis yang kebetulan kerja ditempat yang sama denganku. Dia sekretaris dari manajerku.

"Hey Nichole, jangan asal ngomong ya... Aku jalan sama kamu baru beberapa minggu. Itupun cuma sekedar hang out and having fun. So, dont expect too much. Im not ur fuckin husband, jadi jangan coba atur2 saya. Saya dekat dengan cewek lain, itu suka2 saya. Kita pernah jalan sekali, dan jangan anggap hal itu bisa buat kamu serasa memiliki aku sepenuhnya. Ure wrong. Ingat ya, kamu yang ngejar2 aku"

Sengaja aku balas smsnya dgn bhs indonesia karena aku tahu dia sebenarnya sudah fasih berbahasa indonesia. Hanya saja mungkin karena marah, dia lebih lantang meluapkannya dlm bahasa inggris.
1 message sent

"Dasar, bule posesif" gumamku dalam hati ketika kulihat sms balasanku terkirim.

1 message received

"Ur such an asshole Dave"

Selang 5 menit kemudian kulihat balasan sms singkat darinya.

Aku tertawa, tak habis pikir dengan sikapnya. Ternyata selain romantis, bule Perancis juga posesif. Baru aku sadar hal itu setelah aku mengenal Nichole.

***

Keesokan harinya, kudengar berita kalau Nichole mengundurkan diri. Entah apa alasannya aku pun tak peduli.

Tiba2 seorang rekan kerjaku menghampiriku dan memberikanku sepucuk surat.

"Nih surat dari Nichole" kata temanku singkat

Lalu kubuka amplop surat dari Nichole, kemudian kubaca.

Ternyata hanya tulisan singkat yang berisi

IM PREGNANT

*Late Post, 25 Januari 2014*

Rabu, 05 Februari 2014

Cinta Tapi Beda

Namanya Syahnaz. Gadis hitam manis berjilbab dengan senyum yang manis pula. Terlihat lesung pipit yg dalam ketika ia tersenyum dan sungguh sangat cantik.

Kebetulan sekali dia adik angkatan di kampus, kami sering terlibat acara bersama. Dan disanalah saya diam-diam memperhatikan dia. Terkadang, hanya sekedar melirik ketika banyak orang.

Jatuh cinta diam-diam. Mungkin itu istilah tepatnya.

Suatu ketika saya secara tak sengaja berpapasan langsung dengannya. Dan itu sumpah! Membuat saya deg-degan setengah mati.

"Lho, kak Mike? Sendirian aja?" Tanyanya sambil memegang mukenah.

Sungguh gadis yang taat beribadah, dikampus dia tak pernah terlewat untuk tunaikan kewajibannya lima waktu.

"Iya nih" jawabku

"Kenapa gak masuk aja ke mushola" tanyanya

"Aku lagi nunggu temen, dia bentar kok. Maaf, aku non muslim" sambil tersenyum, saya jawab pertanyaannya.

Ya, saya memang non muslim. Namun, saya pernah diajarkan untuk saling menghormati antar umat beragama.

Syahnaz awalnya memang belum tau kalau saya sebenarnya non muslim.

"Trus kl non muslim, bakalan g dibolehin duduk gitu kak?"

"Kalau mau duduk, monggo. G dilarang kok. Ntr capek loh berdiri terus" ujarnya sambil tersenyum simpul.

Manis sekali! Ucapku dalam hati.

"Nah, tuh dia Saleh yg ditungguin"

Kebetulan Saleh sendiri yang menyuruhku untuk menunggunya diluar musola, karena dia bilang hanya sebentar. Dan dia tak mempersilahkan saya utk duduk, jadi saya kira itu dilarang untuk non muslim.

Tp untunglah, Syahnaz menepis anggapan saya.

***

Semakin sering kegiatan kami dikampus, semakin sering intensitas antara saya dan Syahnaz untuk bertemu.

Kami kebetulan suka hal yang sama dan masuk dlm kelompok yang sama pula. Fotografi dan pecinta alam.

Disanalah saya dan Syahnaz sering dijadikan pasangan oleh teman2. Saya ketua, dan Syahnaz wakilnya.
Hingga tak jarang, saya mengantarkan Syahnaz pulang karena kebetulan kegiatan kita sama.

Mungkin dari sanalah saya semakin suka dan kagum dengannya. Dengan tutur dan bahasanya yang sopan, pakaiannya yang rapi, Dan sebagai pelengkap yaitu wajahnya yang cantik secantik hatinya.

***

Kala itu, saya memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaan saya ke Syahnaz.

Kebetulan momennya tepat, saya dan Syahnaz sedang menyiapkan beberapa foto untuk diikutkan dlm lomba fotografi di kampus. Dan Syahnaz adalah model saya.

Setelah sesi pemotretan selesai, sayapun menghampiri Syahnaz

"Naz, ada yang mau aku omongin ke kamu"

"Ya kak, apa?"

"Mike aja, gak pake kak. Ok?"

"Ok. Mike, ada apa?"

Kulihat sorot matanya tajam ketika saya memintanya untuk memanggil nama saya.

Kamipun terdiam.

Ahh.. saya grogi!

"Sebenernya... dari dulu... aku suka kamu naz" ucapku sambil terbata2

Kulihatmu tersipu malu, pipimu memerah.

"Trus?" ujarnya

"Truss.. aku.. cuma mau bilang itu"

"Aku suka kamu, thats it. Terserah kalau kamu mau jawab atau enggak. At least aku udah ngungkapin perasaanku yang sebenarnya ke kamu"

Yess!! plong rasanya.

"Aku juga suka kamu Mike"

Seketika kudengar Syahnaz mengucapkan kalimat yg sama.

Yesss!! Ternyata tak bertepuk sebelah tangan.

Namun ada hal yang sangat prinsipil yang saya pikirkan sekarang. Adanya perbedaan keyakinan diantara saya dan Syahnaz.

Saya yakin, Syahnaz adalah muslimah yang taat. Sayapun demikian, dibesarkan dari keluarga yang taat beragama. Bukan hal yang mungkin jika nantinya saya akan mengikuti keyakinan Syahnaz, pun demikian dengan Syahnaz yang mengikuti keyakinan saya.

Namun, memikirkan hal itu untuk saat ini, mungkin terlalu jauh.

Pada akhirnya...
Kami hanya bisa membiarkan rasa suka, sayang, kepada satu sama lain. Tanpa ada ikatan.

Kembali lagi...
Jatuh cinta diam-diam

Ya, memang cinta tak pernah memandang agama. Namun terkadang, cinta gagal mempersatukan agama. Meskipun keduanya saling jatuh cinta.

Episode Dua

Kulihat kau dikejauhan. Ternyata tlah kau baca suratku. Kukira kau hanya akan menelponku berucap selamat tinggal dan kita takkan pernah berkomunikasi lagi. Namun aku salah, kau malah menemuiku.

"Katanya ada tes?" Tanyaku

"Aku batal tes buat nemuin kamu"

"Lho kenapa? Kan bisa telpon kl kamunya sibuk?"

Kulihat sepatu yang kuberikan untukmu membuatmu lebih cantik dan terlihat tinggi. Biarpun awalnya aku tak tahu berapa nomor kakimu, seperti halnya aku tak tahu dalamnya rasa sukamu padaku.

"Kamu tambah cantik pake sepatu itu"

"Heeh, makasih. Kekecilan, tp gpp"

Sambil tersenyum simpul kau memelukku erat.

Menyandarkan kepalamu dibahuku, sudah menjadi kebiasaan.
Dan aku akan merindukan momen2 seperti ini.

***

Sambil menunggu jadwalku untuk take off, kita berbincang dikantin bandara, berdua. Sesekali makan, minum, sesekali hanya saling pandang dan berpegangan tangan.

Kau berucap

"Aku mungkin akan rindu kamu, atau mungkin enggak"

"Kenapa begitu?" Jawabku

"Ya, setelah kamu pergi. Aku menyerahkan urusan jodoh ditangan orang tuaku"

Betapa kagetnya aku ketika kau mengucapkan kalimat itu

"Kamu mau dijodohin??"

"Ya"

Genggaman tanganmu semakin erat

"Karena aku gak bisa kita long distance Diar..."

"Ya, aku tau.."

"Kamu cari aja penggantiku disana, di Bandung"

"Mereka cantik2"

Wajahku tertunduk, sambil menghela nafas panjang aku menatap matanya tajam

"Enggak, aku gak bisa"

"Aku bukan org yg mudah jatuh cinta, juga bukan org yg mudah bergaul, jadi gak usah ikut campur dan nyuruh aku buat nyari orang lain"

"Biarkan hati yang memilih, memilih tinggal atau berpaling"

"Akan ada saatnya, ketika ia siap"

Kudengar suara pengumuman bandara menyebutkan keberangkatanku kurang 10 menit lagi.

Seketika kami diam, aku berkemas, kulihat kamu berlinang air mata. Lalu kuhampiri dan kuseka air matamu.

"Kamu akan baik2 aja kan?"

"Janji?"

"Ya, janji" ucapmu sambil menganggukkan kepala.

Kuharap kecupan dikeningmu ini bukanlah kecupan terakhir, karena aku masih sayang kamu.

Kau Cantik Hari Ini

Sudah hampir lima tahun usia pernikahanku dengan Indy namun kami masih belum dikaruniai momongan.

Akupun tak mempermasalahkan itu karena anak adalah titipan Tuhan yang diberikan ketika memang benar2 siap.

Aku tahu, dan Tuhanpun mengerti. Aku menganggap ini adalah kesempatan kami untuk berpacaran. Karena aku dan Indy belum pernah berpacaran sebelumnya.

Orang tua kami saling menjodohkan, ketemuan, kemudian menikah. Kami pacaran setelah pernikahan.
Pagi itu, kulihat istriku tercinta sedang sibuk membuatkanku secangkir kopi. Kebiasaannya memang, setelah ia bangun tak lantas membangunkanku untuk segera mandi. Namun dia mempersiapkan terlebih dahulu kopi untukku.

"Sayang... bangun.." sapa istriku sambil menepuk lembut pipiku

"Hmmm..." sautku

pura2 nya aku tak menghiraukannya, padahal sebelumnya aku mengintipnya.

Sungguh cantik, cantik hati, cantik raga.

"Mas mau mandi air anget apa air biasa?"

"Apa aja sayang, air anget juga boleh"

"Yaudah aq bikinin air anget dulu buat mas"

"Ya sayang"

Sebenarnya istriku bukanlah istri yang romantis, justru akulah yang romantis. Aku sering membawakannya bunga ketika dalam perjalanan pulang dari kantor. Itung2 sebagai imbalannya yang telah membuatkanku makan malam yang lezat.

"Dok.. dok.. dok.." kudengar suara ketukan dipintu kamar mandiku

"Yaaa..." teriakku

"Mas, bajunya udah aku siapin diatas kasur ya.."

"Ohh.. oke sayang"

***

Keluar dari kamar mandi kulihat pakaian kerjaku sudah rapi, kemeja, dasi, celana.

Dia menyiapkannya dengan baik dan sangat detail. Dasi, kemeja tak lupa ia pasangkan dengan warna yang senada dan selalu membuatku merasa pantas untuk mengenakannya.

Seketika kulihat kotak kecil berwarna merah muda disamping lipatan kemejaku, bungkusnya rapi, seperti bungkusan kado ulang tahun.

"Ulang tahunku bukan hari ini, kok ada kotak kecil?? Apa ya?"

Karena penasaran kubuka kotak itu, kulihat didalamnya ada secarik kertas kecil yang diujungnya ada 2 garis merah.

"Bukannya ini alat tes kehamilan??"

"Istriku hamil?" Ucapku dalam hati

Segera kuberlari menghampiri istriku. Menanyakan ttg apa yang sesungguhnya terjadi. Dan diapun menganggukkan kepala seraya mengusap perutnya

"Ya mas, aku hamil"

"Sudah 3 minggu"

Sungguh tak bisa kusembunyikan rasa bahagiaku. Aku akan segera menjadi ayah, kami akan mempunyai anak.

Sungguh Tuhan mengabulkan doa kami tepat pada waktunya.

Kukecup keningnya, kupegang perut yang didalamnya terkandung janin anakku.

"Kau cantik hari ini sayang.."

"Jaga baik2 buah hati kita ya.."

(Masih) Tentang Dunia Lain

“Rachman, kamu bisa kesini sekarang?”

“Aku mau minta bantuan kamu nih, gak tau kenapa badanku terasa berat banget. Ntar aku jelasin disini” ucapku seraya mengusap leher dengan tangan kananku

“Oke, kamu sekarang dimana?” Tanya Rachman padaku

“Aku di kos-kosannya Reni”

“Ya, aku kesana sekarang”

***

Rachman, teman dari temanku ini sudah lebih dari dua tahun aku kenal. Sebenarnya tak sengaja aku mengenalnya, namun, ada yang berbeda darinya. Dia seolah memiliki kemampuan lebih dari biasanya. Dia bisa melihat dengan mata batin hal yang tak kasat mata.

Akupun pernah dilihat olehnya, diterawang dia menyebutnya.

“Kamu juga punya kemampuan, namun sayang kamu menolak secara perlahan kemampuan itu, ya gak?” Tanya Rachman padaku

“Hmm... aku gak yakin” jawabku

“Apa yang sudah dikasih, kalau bisa jangan ditolak. Kemampuan apapun itu. Nanti ada saatnya kemampuan itu akan menghilang dengan sendirinya”

Mungkin benar apa yang dikatakan Rachman, mungkin aku memiliki kemampuan melihat dengan mata batin, namun aku tak seperti dirinya yang terlatih dan terbiasa dengan kemampuannya. Aku hanya tak ingin diangap sebagai orang yang berbeda, biarlah mereka menganggapku orang yang biasa-biasa saja. Itulah alasanku, alasan untuk tidak menganggap spesial kemampuanku. Apapun itu.

***

Hampir seperempat jam aku menunggu Rachman datang ke kosnya Reni.

Seketika aku ingat Rachman karena melihat keadaan Reni yang lain dari biasanya. Entah mengapa hari ini Reni tampak berbeda, dia sering sekali berdiam diri, duduk di bawah, dan bertingkah seolah dia anak kecil. Gaya berbicaranya, tingkah lakunya, seperti bukan Reni yang aku kenal.

“Renn... kamu kenapa?” tanyaku

Reni pun tak menjawab pertanyaanku. Hanya berdiam diri dan sesekali mengigau kata-kata yang aku sendiri tak mengerti maksudnya.

Reni menatapku tajam dengan tatapan yang berbeda.

Dari sorot mata Reni, kulihat seperti ada sesuatu yang masuk dalam tubuhnya. Kuhampiri dia dan spontan bertanya padanya

“Kamu siapa?”

“Kamu bukan Reni ya?”

Semakin dalam tatapan mata Reni padaku waktu itu. Dan akupun sadar, dia bukan Reni, tapi ada makhluk lain yang masuk dalam dirinya. Sosok anak kecil. Ya, sosok anak kecil menurutku, karena kulihat tingkah lakunya yang seolah layaknya anak seusia sekolah dasar.

Semakin lama berada disekitar Reni membuat badanku terasa berat. Badanku dingin seketika, padahal cuaca kala itu panas. Leherpun seperti berat, seolah ada beban yang bertumpu pada leher.

Apa nih? Kenapa nih?

Bisikku dalam hati

Pada waktu itu juga kuhubungi Rachman, dan sepertinya Rachman tau akan keadaanku saat itu.

Rachmanpun datang, dia melihatku kemudian melihat Reni. Tepat seperti apa yang dia pikirkan ketika kita berkomunikasi lewat telepon

“Bener brarti” spontan Rachman berucap padaku

“Apa?”

“Ada apa-apanya temen kamu”

“Aku juga ngerasain, ada anak kecil masuk ditubuhnya Reni” kataku

“Tepat” jawab Rachman

Tanpa melakukan apa-apa, hanya berdiri didepan tempat tidur Reni, Rachman menatapnya sambil melipat kedua tangan didada. Seperti berkomunikasi, tapi entah apa yang mereka bicarakan dalam diam. Sementara aku, duduk disebelah Rachman sambil sesekali melihat dan menatap Reni didepanku. Entah apa yang ada di pikiranku, seolah aku ingin bilang sesuatu pada makhluk yang berdiam dalam diri Reni

Keluarlah... siapapun kamu, tolong keluar dari tubuh Reni!

Hampir sepuluh menit kami saling bertatapan, aku, Rachman, Reni. Semakin berat badanku setelah bertatapan dengan Reni, kupegang tangan Rachman dan diapun memegang erat tangan kiriku seolah dia tau akan terjadi sesuatu padaku.

Dan benar saja, setelah aku memegang tangan Rachman, seolah ada yang masuk dalam diriku. Berat, berat sekali. Seketika aku lupa akan kejadian setelah aku berpegangan tangan. Yang aku ingat waktu itu hanya suara erangan dari mulutku. Entah makhluk apa yang masuk, yang jelas terasa sangat berat di badanku.

Setelah tersadar, akupun menanyakan apa yang terjadi pada Rachman

“Tadi aku kenapa?”

“Kamu kemasukan makhluk yang kedua yang tadinya ditubuh Reni”

“Jadi, dalam tubuhnya gak hanya anak kecil itu?”

“Ya, ada dua. Anak kecil itu yang menguasai tubuh Reni. Dia bandel. Dan makhluk yang kedua, dia masuk ke tubuh kamu”

“Hah!!” aku terkaget-kaget mendengar cerita Rachman

“Dia cuma pengen bilang kalau anak kecil yang disana, dia gak mau keluar karena dia ngerasa udah sayang sama Reni. Dia ngajak komunikasi dengan aku, lewat kamu”

Benar yang dikatakan Rachman, kalau aku berpotensi. Berpotensi untuk dijadikan mediator bagi beberapa makhluk lain. Bukan hanya kali itu saja, jauh sebelum aku mengenal Rachman kejadian seperti itu pernah kualami. Namun, keluargaku menganggap waktu itu aku hanya pingsan dan tak sadarkan diri. Hanya mengigau, mereka bilang.

“Trus Reni gimana?”

“Reni, udah bisa dikendalikan. Tadi kamu habis kemasukan trus pingsan. Aku tangani Reni dulu, baru kamu”

“Owh..”

“Mungkin Reni beberapa hari ini banyak pikiran, ada masalah dirumah atau tugas dari kampus, dan pikirannya kosong pula”

“Ketika pikiran kita kosong, ditumpuk dengan beban baik dari rumah atau diluar rumah, itu aset berharga untuk dimasuki oleh makhluk halus seperti yang masuk dalam tubuh Reni dan tubuh kamu tadi”

“Pikiranku gak lagi kosong kok!” seruku

“Ya, tapi kamu beda dengan Reni, dengan yang lain. Kalau kamu mau, kamu bisa kaya aku. Komunikasi dengan mereka. Hanya saja kamu masih belum terlatih”

“Aku belum siap, masih pengen jadi orang normal”

“Suatu saat, kamu akan siap”