"Kamu itu mas... suka banget
bikin aku sakit hati"
"Kamu sering pulang malam.
Kemana aja???"
"Kalo kaya gini, bisa-bisa aku
terus terusan korban perasaan maaaassss!!!"
Suara keras teriakan ibu terdengar
sampai kamar Andi. Bocah kelas satu SD itu tiba tiba terbangun dari tidurnya.
Penasaran dengan apa yang terjadi malam itu, Andipun keluar kamar.
“Yaahhh... Bukkk... ada apa??” suara
lirih Andi mengagetkan kedua orang tuanya. Sambil mengucek matanya yang masih
terkantuk, diapun menghampiri Ayah dan Ibunya.
“Andi... masuk kamar” kata Ayahnya
dengan nada tinggi
“Kalau kamu gak ingin aku
terus-terusan korban perasaan, gak ingin pertengkaran kita didengar anakmu,
berubah mas!”
“Oke, kita bicarakan ini berdua.
Berdua!”
Andi yang tak ingin Ayahnya
meneriakinya lagi, bergegas diapun masuk ke kamar.
Ayah dan Ibu kenapa sih? Malem malem teriak teriak,
gak malu apa didenger tetangga.
Anak seusia Andi belum tau apa yang
terjadi antara Ayah dan Ibunya kala itu. Hanya saja dia merasa terganggu dengan
teriakan Ibunya. Dia berharap ketika pagi menjelang, semuanya akan kembali
seperti biasanya.
***
Beberapa hari belakangan setelah
kejadian malam itu, Andi menjadi pendiam. Ketika pelajaran dimulai diapun tidak
sadar dengan kedatangan Pak Santoso, guru agama favoritnya.
“Pagi anak anak...” sapa Pak Santoso
“Paaagii pakkk....”
Andi tak menjawab sapaan hangat Pak Santoso
pagi itu. Pak Santoso sedikit curiga dengan diamnya Andi.
“Anak-anak, Bapak hari ini mau
menerangkan tentang Hari Raya Idul Adha”
“Ada yang tau apa itu Hari Raya Idul
Adha? Yang tau angkat tangannya”
Sepanjang pelajaran yang disampaikan
oleh Pak Santoso, tak sedikitpun Andi menghiraukan. Sampai ketika Pak Santoso
menerangkan tentang bab kurban, Andi seketika memperhatikan
“Yang dikurbankan pada waktu Hari
Raya Idul Adha itu ada kambing, ada sapi, ada lembu......”
Tak sampai Pak Santoso berhenti,
tangan Andi seketika diangkatnya tinggi tinggi
“Ya Andi, ada apa?”
“Pak, kalau korban perasaan boleh?”
Seketika teman teman Andi tertawa terbahak
bahak dengan pertnyaaan Andi. Pak Santoso kebingungan, dari mana Andi
mendapatkan pertanyaan seperti itu?
Tak terasa bel istirahat berbunyi,
itulah akhir pelajaran agama pagi itu. Namun Pak Santoso masih penasaran dengan
alasan Andi menanyakan pertanyaan itu.
“Andi, Bapak mau bicara. Sini nak”
“Ya pak?”
“Tadi pertanyaan Andi belum dijawab,
ada bel ya pak?”
“Iya, bapak mau tanya. Andi dapat
pertanyaan itu dari mana?”
“Andi dapat dari Ibu”
“Kok dari Ibu? Emangnya Ibu Andi
nanya apa?”
“Waktu itu Ibu sama Ayah bertengkar.
Ibu bilang-bilang korban perasaan. Andi gak tau artinya, jadinya tak tanyain ke
bapak deh”
“Ohh.. gitu...” dengan wajah
keheranan Pak Santoso mengangguk
“Yasudah kamu boleh istirahat”
Pak Santoso merasa kasihan dengan
Andi, dia harus melihat dan mendengar orang tuanya bertengkar dihadapannya. Dan
seharusnya itu tidak boleh terjadi. Namun, dalam hati Pak Santoso tidak bisa
mengelak kalau pertanyaan andi membuatnya tertawa. Anak sekecil itu, menanyakan
hal yang mungkin tidak pernah didengar oleh anak lainnya. Dan kenapa harus pada
waktu Pak Santoso menerangkan materi tentang kurban di Idul Adha Andi bertanya
tentang itu? Entahlah.. namanya juga anak anak. Anak seusia Andi memang
seringkali meniru, dan suka bertanya tentang kejadian yang dia tidak mengerti.
Rasa ingin tahu mereka besar, tapi pertanyaan “apakah boleh berkorban perasaan”
itu sungguh menggelitik.
14th
October 2013 at 09.01 PM