Sekilas aku merasakan ada sesuatu yang aneh
muncul dari dalam dirimu. Sikapmu, perhatian-perhatian kecil yang dulunya hanya
kau tujukan padaku, hingga keenggananmu untuk meneleponku. Semua itu membuatku
berfikir “jangan-jangan kamu selingkuh”.
***
Sore itu, aku sangat bahagia mendengar
tentangmu yang diterima kerja disuatu perusahaan swasta. Aku berharap banyak
dari diterimanya kamu kerja ditempat itu. Paling tidak, kita bisa menabung
untuk masa depan.
“sayang, mau tau sesuatu gak?”
“apa sayang?” jawabku dengan nada sedikit
penasaran
“aku diterima kerja lho..”
“haaaaahhh” jeritku kegirangan
“dimana? Yang kemaren kamu ceritain itu?”
“iya sayang, Alhamdulillah.. kita bisa nabung
buat masa depan nanti”
Mendengar kalimat itu membuatku yakin kalau
kamu memang ingin serius denganku. Serasa semua yang kamu katakan tentang masa
depan, pernikahan, bukanlah sekedar angan-angan atau omong kosong belaka.
“ya sayang, aku percaya kamu kok” balasku
***
Sory sayang, aku
sibuk banget hari ini jadi aku gak sempet bales sms kamu tadi
Jam 11.30 malam, baru kubaca sms darimu.
Padahal waktu itu sms kukirim tepat pukul 8.00 malam. Aku yang waktu itu panik
berusaha untuk menghubungimu, mengirimi sms beberapa kali, sampai akhrnya
akupun memilih untuk menyibukkan diri sambil menunggu balasan darimu.
Entah apa yang kamu lakukan diluar sana, aku
berusaha sekuat tenaga untuk tidak berburuk sangka padamu.
Iya sayang, maaf
aku hubungin sm sms kamu berkali2. Aku khawatir. Takut kamu kenapa2
Balasku singkat dan seketika itu aku kembali tidur
Keesokan harinya, tepat di hari minggu. aku
sangat berharap kamu menghubungiku waktu itu, tapi tak satupun ada telepon
masuk di hapeku.
“ahh.. mungkin dia sedang capek karena kemarin
aja baru balas sms jam 11.30 malem.” Pikirku
Tapi rasa penasaranku atas beberapa sikapmu
yang tidak wajar menurutku membuatku galau, cemas dengan hal yang mungkin tidak
terjadi dan hal yang bisa jadi hanya sekedar ketakutanku saja.
“haloo sayang”
Kudengar suaramu dari handphone ku. Sungguh
leganya hatiku. Ternyata kecemasanku tidak terbukti. Buktinya, kamu mau
mendahului meneleponku. Meskipun buatku siapa yang lebih dulu menelepon tidak
masalah. Kamu, aku, hanya kamu atau hanya aku, itu sebenarnya tak ada masalah.
Entah kenapa, terkadang kecurigaan itu muncul tiba-tiba.
“iya sayang, ihh.. kangen banget deh” candaku
***
“Santi, aku kok kayaknya liat si Rio tadi sama
cewek?” seorang sahabatku kikan bertanya padaku
“liat dimana Kan? Pake dasi gak?” tanyaku
balik
“iya pake, ceweknya jg kayaknya pake baju
kantor”
“ohh.. itu kliennya Kan, td dia sms ke aku
kok. Bilang mo ketemu klien” sanggahku
“ohh.. lega deh. Aku cuman ngasi tau kamu aja
San, takutnya dia ngapa2 in kamu”
Aku sangat memahami kekhawatiran sahabatku
itu. Maklum, sejak SMA Kikan dan aku tidak pernah sedikitpun merahasiakan
cerita kita. Sedang dekat atau bahkan sudah jadian dengan Rio pun aku
menceritakan semua pada Kikan. Kita lebih kaya adik dan kakak.
Beberapa hari kemudian setelah kejadian Kikan
bertemu Rio dengan seorang gadis. Akupun melihatnya. Dengan seorang gadis pula,
dan kali ini dia tidak memberitahukanku kalau dia ingin bertemu dengan kliennya
lagi.
Aku mengintip apa yang mereka lakukan berdua
dari kejauhan. Karena pada waktu itu aku terburu-buru jadi hanya sebentar aku
melihat mereka berdua.
Sayang, udah
makan belum? Aku sekarang lagi makan mie pangsit. Enak deh
Iseng kukirim sms untukmu, hanya ingin tau apa
jawabanmu setelah kukirim sms ini.
Belum sayang,
lagi sibuk banget dikantor nih. Kerjaan numpuk, mungkin ntr pulang malem lagi.
Tak kusangka balasanmu berbeda dengan
kenyataan yang kulihat beberapa detik yang lalu. Jelas-jelas kulihat, kamu
pergi berdua dengan seorang gadis menuju tempat makan.
Oke sayang,
jangan lupa makan ya. Ntar sakit
***
“kamu kok berubah sih? Sekarang jadi sering
lupa”
“iya sayang, maaf. Aku banyak kerjaan jadinya
lupa terus” sambil memegang tanganku
“aku paling gak suka dibohongi, dikhianati,
apalagi diselingkuhin” kata-kata itu seketika terucap. Dia diam seribu bahasa
sementara aku menangis. Bukan menangisi pertengkaran ini, tapi menangisi
sikapnya yang sama sekali tidak berkata jujur.
“apasih yang kamu tutupin dari aku? Coba
jawab” kutahan tangisanku sambil menatap wajahnya
“aku nutupin apa dari kamu?”
“ya, apa aja. Apa aja yang kamu tutupin dari
aku. Kamu dikantor ngapain, sama siapa, kenal sm cewek ato enggak....” belum
sampai aku menyampaikan kalimatku, diapun memotongnya.
“ohh.. jadi kamu cemburu”
“kamu cemburu sama siapa? Sama klienku?”
“kalo iya kenapa?” jawabku tegas
Kamipun diam tanpa ada penjelasan sedikitpun.
Aku anggap diamnya itu dua alasan. Satu, karena dia tidak ingin memperpanjang
masalah. Dua, karena dia memang sedang dekat dengan wanita lain.
***
Dan pada akhirnya ketakutanku terjawab sudah.
Kamupun mengakui kedekatanmu dengan seorang wanita. Wanita yang sama ketika aku
lihat jalan berdua denganmu, wanita yang sama dilihat Kikan, dan wanita yang
semula aku anggap hanya klienmu.
“kalau kamu sudah bosan denganku, semoga dia
jadi penggantiku dan jadi yang terbaik buatmu” ucapku
“aku minta maaf, mungkin aku kurang sempurna
buatmu”
“aku tidak mencari yang sempurna, karena
akupun tak sempurna. Aku hanya menghargai kejujuran, karena itu mahal harganya”
Kalimat itu menjadi kalimat terakhir kita. Aku
memutuskan hubunganku denganmu bukan karena kamu selingkuh, hanya saja aku
tidak ingin selalu khawatir. Karena kekhawatiranku terlalu berlebihan, dan aku
takut menjadi semakin possessive padamu. Akupun sangat tidak suka diselingkuhi.
Tapi sudahlah, bukan kita yang memilih untuk mencintai atau dicintai. Hati yang
memilihnya. Aku anggap ini pembelajaran bagimu, bagiku, bagi kita berdua. Jujur
itu penting, terus terang juga penting, karena ketidak jujuran, suatu hubungan
bisa berakhir. Karena kekhawatiran yang berlebihan, terkadang dari sekedar
feeling bisa jadi nyata.
Rio, dia menemukan penggantiku. Mungkin dialah
perempuan yang bisa membahagiakan Rio, tidak dengan kekhawatiran lagi namun
dengan kepercayaan. Dan aku, memilih Dewa sebagai suamiku. Kala itu dia dengan
rendah hati mundur karena aku lebih memilih Rio sebagai pacarku. Dari Dewa aku
belajar banyak hal. Cinta yang tulus suatu saat akan menang, dia rela
menungguku dengan setia. Dia selalu disampingku ketika aku membutuhkan teman
untuk berbagi, menyarankan yang terbaik untuk hubunganku dengan Rio.
Menyalahkan ketika aku yang berbuat salah pada Rio, dan menenangkanku ketika
sikap Rio tak lagi sama.
Kini, Dewa lah penyemangatku. Dia bukan hanya
suami, tapi juga sahabat, rekan kerja, ayah, dan kakak yang baik. Dia segalanya,
betapa beruntungnya aku memilikinya.
Terima kasih Tuhan
Engkau beri aku seseorang dari kaum Adam yang
begitu mengertiku
Dialah pelipur laraku, pengobatku dikala
sakit, dan penyembuh lukaku
Wajahnya sempurna, kepribadiannya sempurna,
imannya sempurna
Buatku dia sempurna, tapi tidak ada yang
melebihi kesempurnaan kekasihMu Muhammad
Jaga hubungan kami Tuhan, berilah keberkahanMu
untuk kami
Semoga kasih sayangMu tak pernah putus untuk
kami dan keluarga kecil kami
Dewaku, semoga Tuhan selalu menjagamu ketika
aku tak lagi sanggup menjagamu nanti
Friday,
14th June 2013 at 7.52 PM
Terinspirasi
dari kehidupan sehari-hari beberapa orang teman, sahabat, dan pribadi
Terima kasih kepada Santi, Kikan, Rio
dan Dewa (siapapun anda) atas perkenan namanya diambil untuk cerpen kilat ini.