Jumat, 14 Juni 2013

CerKil (Cerpen Killat) Part 1


Sekilas aku merasakan ada sesuatu yang aneh muncul dari dalam dirimu. Sikapmu, perhatian-perhatian kecil yang dulunya hanya kau tujukan padaku, hingga keenggananmu untuk meneleponku. Semua itu membuatku berfikir “jangan-jangan kamu selingkuh”.

***
Sore itu, aku sangat bahagia mendengar tentangmu yang diterima kerja disuatu perusahaan swasta. Aku berharap banyak dari diterimanya kamu kerja ditempat itu. Paling tidak, kita bisa menabung untuk masa depan.
“sayang, mau tau sesuatu gak?”
“apa sayang?” jawabku dengan nada sedikit penasaran
“aku diterima kerja lho..”
“haaaaahhh” jeritku kegirangan
“dimana? Yang kemaren kamu ceritain itu?”
“iya sayang, Alhamdulillah.. kita bisa nabung buat masa depan nanti”
Mendengar kalimat itu membuatku yakin kalau kamu memang ingin serius denganku. Serasa semua yang kamu katakan tentang masa depan, pernikahan, bukanlah sekedar angan-angan atau omong kosong belaka.
“ya sayang, aku percaya kamu kok” balasku

***
Sory sayang, aku sibuk banget hari ini jadi aku gak sempet bales sms kamu tadi

Jam 11.30 malam, baru kubaca sms darimu. Padahal waktu itu sms kukirim tepat pukul 8.00 malam. Aku yang waktu itu panik berusaha untuk menghubungimu, mengirimi sms beberapa kali, sampai akhrnya akupun memilih untuk menyibukkan diri sambil menunggu balasan darimu.
Entah apa yang kamu lakukan diluar sana, aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak berburuk sangka padamu.

Iya sayang, maaf aku hubungin sm sms kamu berkali2. Aku khawatir. Takut kamu kenapa2

Balasku singkat  dan seketika itu aku kembali tidur
Keesokan harinya, tepat di hari minggu. aku sangat berharap kamu menghubungiku waktu itu, tapi tak satupun ada telepon masuk di hapeku.
“ahh.. mungkin dia sedang capek karena kemarin aja baru balas sms jam 11.30 malem.” Pikirku
Tapi rasa penasaranku atas beberapa sikapmu yang tidak wajar menurutku membuatku galau, cemas dengan hal yang mungkin tidak terjadi dan hal yang bisa jadi hanya sekedar ketakutanku saja.
“haloo sayang”
Kudengar suaramu dari handphone ku. Sungguh leganya hatiku. Ternyata kecemasanku tidak terbukti. Buktinya, kamu mau mendahului meneleponku. Meskipun buatku siapa yang lebih dulu menelepon tidak masalah. Kamu, aku, hanya kamu atau hanya aku, itu sebenarnya tak ada masalah. Entah kenapa, terkadang kecurigaan itu muncul tiba-tiba.
“iya sayang, ihh.. kangen banget deh” candaku

***
“Santi, aku kok kayaknya liat si Rio tadi sama cewek?” seorang sahabatku kikan bertanya padaku
“liat dimana Kan? Pake dasi gak?” tanyaku balik
“iya pake, ceweknya jg kayaknya pake baju kantor”
“ohh.. itu kliennya Kan, td dia sms ke aku kok. Bilang mo ketemu klien” sanggahku
“ohh.. lega deh. Aku cuman ngasi tau kamu aja San, takutnya dia ngapa2 in kamu”
Aku sangat memahami kekhawatiran sahabatku itu. Maklum, sejak SMA Kikan dan aku tidak pernah sedikitpun merahasiakan cerita kita. Sedang dekat atau bahkan sudah jadian dengan Rio pun aku menceritakan semua pada Kikan. Kita lebih kaya adik dan kakak.
Beberapa hari kemudian setelah kejadian Kikan bertemu Rio dengan seorang gadis. Akupun melihatnya. Dengan seorang gadis pula, dan kali ini dia tidak memberitahukanku kalau dia ingin bertemu dengan kliennya lagi.
Aku mengintip apa yang mereka lakukan berdua dari kejauhan. Karena pada waktu itu aku terburu-buru jadi hanya sebentar aku melihat mereka berdua. 

Sayang, udah makan belum? Aku sekarang lagi makan mie pangsit. Enak deh

Iseng kukirim sms untukmu, hanya ingin tau apa jawabanmu setelah kukirim sms ini.

Belum sayang, lagi sibuk banget dikantor nih. Kerjaan numpuk, mungkin ntr pulang malem lagi.

Tak kusangka balasanmu berbeda dengan kenyataan yang kulihat beberapa detik yang lalu. Jelas-jelas kulihat, kamu pergi berdua dengan seorang gadis menuju tempat makan.

Oke sayang, jangan lupa makan ya. Ntar sakit

***
“kamu kok berubah sih? Sekarang jadi sering lupa”
“iya sayang, maaf. Aku banyak kerjaan jadinya lupa terus” sambil memegang tanganku
“aku paling gak suka dibohongi, dikhianati, apalagi diselingkuhin” kata-kata itu seketika terucap. Dia diam seribu bahasa sementara aku menangis. Bukan menangisi pertengkaran ini, tapi menangisi sikapnya yang sama sekali tidak berkata jujur.
“apasih yang kamu tutupin dari aku? Coba jawab” kutahan tangisanku sambil menatap wajahnya
“aku nutupin apa dari kamu?”
“ya, apa aja. Apa aja yang kamu tutupin dari aku. Kamu dikantor ngapain, sama siapa, kenal sm cewek ato enggak....” belum sampai aku menyampaikan kalimatku, diapun memotongnya.
“ohh.. jadi kamu cemburu”
“kamu cemburu sama siapa? Sama klienku?”
“kalo iya kenapa?” jawabku tegas
Kamipun diam tanpa ada penjelasan sedikitpun. Aku anggap diamnya itu dua alasan. Satu, karena dia tidak ingin memperpanjang masalah. Dua, karena dia memang sedang dekat dengan wanita lain.

***
Dan pada akhirnya ketakutanku terjawab sudah. Kamupun mengakui kedekatanmu dengan seorang wanita. Wanita yang sama ketika aku lihat jalan berdua denganmu, wanita yang sama dilihat Kikan, dan wanita yang semula aku anggap hanya klienmu.
“kalau kamu sudah bosan denganku, semoga dia jadi penggantiku dan jadi yang terbaik buatmu” ucapku
“aku minta maaf, mungkin aku kurang sempurna buatmu”
“aku tidak mencari yang sempurna, karena akupun tak sempurna. Aku hanya menghargai kejujuran, karena itu mahal harganya”
Kalimat itu menjadi kalimat terakhir kita. Aku memutuskan hubunganku denganmu bukan karena kamu selingkuh, hanya saja aku tidak ingin selalu khawatir. Karena kekhawatiranku terlalu berlebihan, dan aku takut menjadi semakin possessive padamu. Akupun sangat tidak suka diselingkuhi. Tapi sudahlah, bukan kita yang memilih untuk mencintai atau dicintai. Hati yang memilihnya. Aku anggap ini pembelajaran bagimu, bagiku, bagi kita berdua. Jujur itu penting, terus terang juga penting, karena ketidak jujuran, suatu hubungan bisa berakhir. Karena kekhawatiran yang berlebihan, terkadang dari sekedar feeling bisa jadi nyata.
Rio, dia menemukan penggantiku. Mungkin dialah perempuan yang bisa membahagiakan Rio, tidak dengan kekhawatiran lagi namun dengan kepercayaan. Dan aku, memilih Dewa sebagai suamiku. Kala itu dia dengan rendah hati mundur karena aku lebih memilih Rio sebagai pacarku. Dari Dewa aku belajar banyak hal. Cinta yang tulus suatu saat akan menang, dia rela menungguku dengan setia. Dia selalu disampingku ketika aku membutuhkan teman untuk berbagi, menyarankan yang terbaik untuk hubunganku dengan Rio. Menyalahkan ketika aku yang berbuat salah pada Rio, dan menenangkanku ketika sikap Rio tak lagi sama.
Kini, Dewa lah penyemangatku. Dia bukan hanya suami, tapi juga sahabat, rekan kerja, ayah, dan kakak yang baik. Dia segalanya, betapa beruntungnya aku memilikinya.

Terima kasih Tuhan
Engkau beri aku seseorang dari kaum Adam yang begitu mengertiku
Dialah pelipur laraku, pengobatku dikala sakit, dan penyembuh lukaku
Wajahnya sempurna, kepribadiannya sempurna, imannya sempurna
Buatku dia sempurna, tapi tidak ada yang melebihi kesempurnaan kekasihMu Muhammad
Jaga hubungan kami Tuhan, berilah keberkahanMu untuk kami
Semoga kasih sayangMu tak pernah putus untuk kami dan keluarga kecil kami
Dewaku, semoga Tuhan selalu menjagamu ketika aku tak lagi sanggup menjagamu nanti


Friday, 14th June 2013 at 7.52 PM 
Terinspirasi dari kehidupan sehari-hari beberapa orang teman, sahabat, dan pribadi  
Terima kasih kepada Santi, Kikan, Rio dan Dewa (siapapun anda) atas perkenan namanya diambil untuk cerpen kilat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar