Rabu, 05 Februari 2014

(Masih) Tentang Dunia Lain

“Rachman, kamu bisa kesini sekarang?”

“Aku mau minta bantuan kamu nih, gak tau kenapa badanku terasa berat banget. Ntar aku jelasin disini” ucapku seraya mengusap leher dengan tangan kananku

“Oke, kamu sekarang dimana?” Tanya Rachman padaku

“Aku di kos-kosannya Reni”

“Ya, aku kesana sekarang”

***

Rachman, teman dari temanku ini sudah lebih dari dua tahun aku kenal. Sebenarnya tak sengaja aku mengenalnya, namun, ada yang berbeda darinya. Dia seolah memiliki kemampuan lebih dari biasanya. Dia bisa melihat dengan mata batin hal yang tak kasat mata.

Akupun pernah dilihat olehnya, diterawang dia menyebutnya.

“Kamu juga punya kemampuan, namun sayang kamu menolak secara perlahan kemampuan itu, ya gak?” Tanya Rachman padaku

“Hmm... aku gak yakin” jawabku

“Apa yang sudah dikasih, kalau bisa jangan ditolak. Kemampuan apapun itu. Nanti ada saatnya kemampuan itu akan menghilang dengan sendirinya”

Mungkin benar apa yang dikatakan Rachman, mungkin aku memiliki kemampuan melihat dengan mata batin, namun aku tak seperti dirinya yang terlatih dan terbiasa dengan kemampuannya. Aku hanya tak ingin diangap sebagai orang yang berbeda, biarlah mereka menganggapku orang yang biasa-biasa saja. Itulah alasanku, alasan untuk tidak menganggap spesial kemampuanku. Apapun itu.

***

Hampir seperempat jam aku menunggu Rachman datang ke kosnya Reni.

Seketika aku ingat Rachman karena melihat keadaan Reni yang lain dari biasanya. Entah mengapa hari ini Reni tampak berbeda, dia sering sekali berdiam diri, duduk di bawah, dan bertingkah seolah dia anak kecil. Gaya berbicaranya, tingkah lakunya, seperti bukan Reni yang aku kenal.

“Renn... kamu kenapa?” tanyaku

Reni pun tak menjawab pertanyaanku. Hanya berdiam diri dan sesekali mengigau kata-kata yang aku sendiri tak mengerti maksudnya.

Reni menatapku tajam dengan tatapan yang berbeda.

Dari sorot mata Reni, kulihat seperti ada sesuatu yang masuk dalam tubuhnya. Kuhampiri dia dan spontan bertanya padanya

“Kamu siapa?”

“Kamu bukan Reni ya?”

Semakin dalam tatapan mata Reni padaku waktu itu. Dan akupun sadar, dia bukan Reni, tapi ada makhluk lain yang masuk dalam dirinya. Sosok anak kecil. Ya, sosok anak kecil menurutku, karena kulihat tingkah lakunya yang seolah layaknya anak seusia sekolah dasar.

Semakin lama berada disekitar Reni membuat badanku terasa berat. Badanku dingin seketika, padahal cuaca kala itu panas. Leherpun seperti berat, seolah ada beban yang bertumpu pada leher.

Apa nih? Kenapa nih?

Bisikku dalam hati

Pada waktu itu juga kuhubungi Rachman, dan sepertinya Rachman tau akan keadaanku saat itu.

Rachmanpun datang, dia melihatku kemudian melihat Reni. Tepat seperti apa yang dia pikirkan ketika kita berkomunikasi lewat telepon

“Bener brarti” spontan Rachman berucap padaku

“Apa?”

“Ada apa-apanya temen kamu”

“Aku juga ngerasain, ada anak kecil masuk ditubuhnya Reni” kataku

“Tepat” jawab Rachman

Tanpa melakukan apa-apa, hanya berdiri didepan tempat tidur Reni, Rachman menatapnya sambil melipat kedua tangan didada. Seperti berkomunikasi, tapi entah apa yang mereka bicarakan dalam diam. Sementara aku, duduk disebelah Rachman sambil sesekali melihat dan menatap Reni didepanku. Entah apa yang ada di pikiranku, seolah aku ingin bilang sesuatu pada makhluk yang berdiam dalam diri Reni

Keluarlah... siapapun kamu, tolong keluar dari tubuh Reni!

Hampir sepuluh menit kami saling bertatapan, aku, Rachman, Reni. Semakin berat badanku setelah bertatapan dengan Reni, kupegang tangan Rachman dan diapun memegang erat tangan kiriku seolah dia tau akan terjadi sesuatu padaku.

Dan benar saja, setelah aku memegang tangan Rachman, seolah ada yang masuk dalam diriku. Berat, berat sekali. Seketika aku lupa akan kejadian setelah aku berpegangan tangan. Yang aku ingat waktu itu hanya suara erangan dari mulutku. Entah makhluk apa yang masuk, yang jelas terasa sangat berat di badanku.

Setelah tersadar, akupun menanyakan apa yang terjadi pada Rachman

“Tadi aku kenapa?”

“Kamu kemasukan makhluk yang kedua yang tadinya ditubuh Reni”

“Jadi, dalam tubuhnya gak hanya anak kecil itu?”

“Ya, ada dua. Anak kecil itu yang menguasai tubuh Reni. Dia bandel. Dan makhluk yang kedua, dia masuk ke tubuh kamu”

“Hah!!” aku terkaget-kaget mendengar cerita Rachman

“Dia cuma pengen bilang kalau anak kecil yang disana, dia gak mau keluar karena dia ngerasa udah sayang sama Reni. Dia ngajak komunikasi dengan aku, lewat kamu”

Benar yang dikatakan Rachman, kalau aku berpotensi. Berpotensi untuk dijadikan mediator bagi beberapa makhluk lain. Bukan hanya kali itu saja, jauh sebelum aku mengenal Rachman kejadian seperti itu pernah kualami. Namun, keluargaku menganggap waktu itu aku hanya pingsan dan tak sadarkan diri. Hanya mengigau, mereka bilang.

“Trus Reni gimana?”

“Reni, udah bisa dikendalikan. Tadi kamu habis kemasukan trus pingsan. Aku tangani Reni dulu, baru kamu”

“Owh..”

“Mungkin Reni beberapa hari ini banyak pikiran, ada masalah dirumah atau tugas dari kampus, dan pikirannya kosong pula”

“Ketika pikiran kita kosong, ditumpuk dengan beban baik dari rumah atau diluar rumah, itu aset berharga untuk dimasuki oleh makhluk halus seperti yang masuk dalam tubuh Reni dan tubuh kamu tadi”

“Pikiranku gak lagi kosong kok!” seruku

“Ya, tapi kamu beda dengan Reni, dengan yang lain. Kalau kamu mau, kamu bisa kaya aku. Komunikasi dengan mereka. Hanya saja kamu masih belum terlatih”

“Aku belum siap, masih pengen jadi orang normal”

“Suatu saat, kamu akan siap”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar